Kamis, 04 Oktober 2012

Umar Bakriku

Kalian tahu lagu Umar Bakri nya Iwan Fals? Bagi yang tidak tahu, kuberi sedikit contekan ya. Lagu itu berkisah tentang Umar Bakri, seorang guru yang berstatus pegawai negeri. Layaknya pegawai negeri di Indonesia ini, dijejali administrasi yang membuat kepala puyeng. Administrasi yang seyogyanya bisa dipangkas agar lebih cepat selesainya malah dibuat berliku-liku untuk urusan yang seringkali, bertele-tele. Dari lagu itu juga disebutkan, jika ingin jadi guru yang bersahaja, atau pegawai negeri yang bersahaja, haruslah rela mengurut dada ketika bagiannya harus dipotong oleh pihak yang merasa berwenang atas hal-hal yang mereka buat sendiri peraturannya, hanya untuk mempreteli gaji sang guru yang baik hati itu. 
Iwan Fals tidak main-main lho membuat lagu itu. Mungkin bukan rahasia lagi buat kita kan? Aku juga ingin menceritakan tentang nasib Umar Bakriku yang berada dekat dalam hidupku. Ayah dan ibu. Kedua insan yang telah membesarkanku ini adalah guru SD di sebuah desa yang cukup terpencil. Kurang memperhatikan pendidikan. Di daerah ini, umumnya masyarakat bermata pencaharian sebagai petani. Petani salak. Kepedulian para orangtua masih sangat minim terhadap pendidikan. Jangankan untuk pendidikan, bahkan setiap rumah belum memiliki kakus sendiri. Jika ingin membuang kotoran, masih harus ke wc umum yang bentuknya pun masih tidak layak disebut wc. Bau dan pengap. Menyedihkan.
Masyarakat sepertinya tidak terlalu peduli dengan keadaan demikian. Yang penting bagi mereka, adalah masa panen salak. Atau duduk berkelompok-kelompok ngerumpi dan membicarakan tetangganya atau siapa saja yang asyik untuk dighibahkan. Bangun kesiangan, itu biasa bagi ibu-ibu di desa itu. Sehingga seringkali anak-anak mereka yang bersekolah, tidak sarapan bahkan tidak mandi. Itu sudah bukan barang baru di sana.
Bisakah kalian membayangkan bagaimana sulitnya guru di desa ini untuk mendidik anak-anak seperti itu? Aku bilang, sangat-sangat sulit. Anak-anak yang tidak sarapan sebelum ke sekolah sangat susah untuk menangkap pelajaran yang diterangkan guru. Mereka kekurangan nutrisi, sementara otak disuruh bekerja. Tentu saja otak menjadi bebal. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Itu masih mendingan. Masih ada yang nyangkut, walau secuil. Tapi keadaan mereka, langsung melambung keluar dari telinga kanannya, sedikitpun tidak ada yang tercerna. Tingkat kebandelan karena diabaikan orangtua, itu juga berpengaruh. Belum lagi kerapian. Takkan perlu ditanya. Bahkan sang ibu tidak merasa risih jika baju sekolah anaknya sobek di sana-sini.
Itulah tantangan pertama Umar Bakriku saat menghadapi anak-anak didiknya. Tapi dia tidak pernah mengeluh. Dengan semangat ‘45, dengan jiwa Pancasilais nya, Umar Bakriku selalu berusaha hadir setiap hari, sangat jarang absen kecuali untuk urusan yang sangat urgent dan tidak bisa ditinggalkan, demi tugas mulia, mendidik anak bangsa yang terbelakang itu, agar memiliki ilmu dan bisa berdikari kelak dengan ilmunya. Bahkan pernah, karena begitu menghargai profesi yang dicintainya ini, seorang Umar Bakriku tetap ngotot berangkat ke sekolah untuk mengajar sementara di rumah, anaknya yang baru berumur sekitar empat tahun demam tinggi dia tinggalkan dengan hanya ditemani sang kakak yang baru kelas empat SD. Sampai-sampai Umar Bakriku ditegur ayahnya dengan kalimat yang sampai hari ini masih melekat dalam ingatan Umar Bakriku, “Sekali lagi, jangan kau lakukan itu ya Nak, atau kau pulang, di rumah ini telah ramai datang orang melayat”. Dahsyat. Teguran yang membuat bulu kuduknya berdiri. Sakit si anak itu telah parah, kawan. Hanya karena tidak ingin meninggalkan tugas yang di pundaknya itu, Umar Bakriku memilih meninggalkan si anak yang sakit.
Tapi apa yang diterima oleh Umar Bakriku ini? Sangat ironis, kawan! Kita mulai dari penerimaan gaji. Sebuah keniscayaan setelah melakukan kewajiban adalah mendapatkan hak. Jika gaji guru-guru di kota besar telah dikirim ke rekeningnya masing-masing, maka gaji kedua Umar Bakriku ini masih harus diambil ke kantor dinas oleh kepala sekolah kemudian kepala sekolah yang membagi-baginya pada bawahannya. Terima gaji yang harusnya tanggal satu, akan menjadi terlambat bagi mereka. Sebab keadaan memaksa demikian. Jika kepala sekolah menjemput uang gaji guru-guru bawahannya pada tanggal satu, maka pembagiannya akan diserahkan esok harinya. Lebih malangnya lagi jika tanggal satu bertepatan hari sabtu. Maka kemungkinan besar tanggal gajian mereka adalah tanggal empat. Akhir bulan yang sangat mencekik.
Hal selanjutnya adalah, sampailah gaji tersebut di tangan kedua Umar Bakriku. Tanyakan saja jumlahnya apakah sama dengan yang tertera di kertas slip gaji? Tidak pernah sama kawan! Telah ada pungutan sebelumnya. Biaya administrasilah, uang pramuka, uang osis, uang zakat. Bermacam cara dibuat oleh pihak-pihak yang ingin menggerogoti warga lemah ini. Ya. Guru SD adalah makanan enak bagi dinas-dinas pendidikan pada umumnya. Jika tidak percaya, tanyakan saja pada Guru SD yang kalian kenal. Terlebih lagi guru SD itu adalah guru di desa terpencil. Maka nasibnya akan jauh lebih ironis.
Jangan ditanyakan lagi kesejahteraan. Semua itu nonsense. Pihak-pihak yang berkuasa akan selalu mencabuli hak-hak bawahannya. Hari ini, telah banyak guru sertifikasi yang gajinya memang lebih banyak. Umar Bakriku pun demikian adanya. Namun, tahukah kalian bahkan untuk mendapatkan haknya itu, Umar Bakriku harus mengurus adminsitrasi yang berjibun. Setiap hari mendatangi kantor dinas, untuk memastikan administrasinya telah sesuai atau tidak. Jika urusan administrasi telah selesai, Umar Bakriku harus memberikan sejumlah uang agar uang yang merupakan haknya itu, mereka cairkan. Jika telah cair (bulan cairnya juga tidak tahu kapan, bisa per tiga bulan, per enam bulan, atau per tahun) kedua Umar Bakriku pun harus lagi mendatangi pihak yang berkuasa itu untuk memberikan sejumlah tip sebagai ucapan terimakasih. Karena jika tidak demikian, untuk selanjutnya, hak nya tersebut akan macet turunnya. Sekali lagi, sangat ironis!
Kedua Umar Bakriku telah lelah merutuk dalam hati, sebab mereka tidak berdaya atas ketidakadilan itu. Perlawanan yang mereka lakukan hanyalah lewat hati, yang merupakan selemah-lemahnya perlawanan. Kini Umar Bakriku itu hanya berkata (demi menghilangkan kerusuhan hati dan mendatangkan kedamaian jiwa), “Jika yang mereka ambil itu merupakan hakku, kelak di hadapan Tuhan, mereka harus mencariku untuk mengembalikannya”. Kepasrahan yang total. Pengaduan dari dia yang teraniaya. Sungguh Tuhan akan mengabulkan doa dari mereka yang dianiaya. Andai mereka selalu menyadarinya. Dan semoga kedua Umar Bakriku tetap ikhlas dan sabar dalam menjalankan tugas mulia yang diembannya itu. Semoga Umar Bakriku selalu dimuliakan Tuhan yang berusaha memuliakan makhluknya lewat ilmu yang dia ajarkan Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Si cantik elegan sahabat semua kalangan

Di Penghujung tahun 2017, dia hadir. Di antara empat bersaudara dari keluarga Xseries, dia yang tampil menawan bagiku.. "Mu...